Tampilkan postingan dengan label fiksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label fiksi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 31 Oktober 2013

Dalam Ruangan Kosong

Suatu hari saya masuk ke sebuah ruangan kosong
Meskipun kosong, disana ada satu orang
duduk sendiri dan terdiam
Cuma tembok kaku dan dingin
Sayup-sayup angin berbisik
Dan kegaduhan orang-orang di lantai bawah
yang menemaninya.

Tadinya saya mau duduk di sebelah dia
Tapi tidak jadi.
Jadi saya pilih Kursi paling depan
dan bersamanya, duduk termenung bersamaan.

Di dalam kesepian itu
Saya berpikir, dunia ini terlalu ramai
Terlalu banyak manusia di dalamnya
Terlalu banyak manusia di bumi yang 
Tidak ada di ruangan ini.

Lalu saya berganti khayalan
Bagaimana kalau saya dan dia
Seperti Adam dan Eva
dan ruangan ini diibaratkan sebagai Dunia
Tapi bedanya,
Tuhan mentakdirkan kita untuk terus hidup berdua
Kita mungkin bisa terus bercinta
Di dalam kegelapan dengan semua peluh dan suara desah dan desis
Tapi tetap, Kita hanya bisa hidup berdua.

Bahkan, sebenarnya
Kami berdua telah menjadi Adam dan Eva
Kami berdua adalah Adam dan Eva yang hidup dan duduk
Di masing-masing kesibukan dengan kesendirian.
Harapan, di saat-saat seperti ini, sama dengan ejekan.
Saya yakin kami sama-sama berharap, akan ada yang masuk lewat pintu di depan sana
Karena dari tadi suara sepatu bolak-balik melintasi ruangan ini
Tapi tak ada satupun yang masuk untuk mengisi.

Saya kira saya adalah makhluk paling menyedihkan
Dan paling menderita di ruangan ini
Karena saya tidak tahu harus berbuat apa dengan waktu dan ruang
Yang keduanya sama-sama kosong.
Ini namanya mubazir, kata orang.
Tapi ternyata saya punya teman, ya.. itu
Dia yang duduk di baris ke lima setelah saya.

Saya yakin dia telah melihat saya memasuki ruangan
dan seharusnya tidak ada urusan lagi untuk melihat ke arah saya
dan mengamati saya. tidak ada gunanya
tidak penting.
Tapi mata di belakang kepala saya seakan-akan membohongi
Saya terus-menerus semenjak saya duduk dan menghabiskan waktu
Kurang lebih 10 menit sejak saya duduk.
Ia memberi peringatan (salah) bahwa orang di belakang melihat tepat ke arah saya
Ia meyakinkan saya kalau dia berkata "Dasar orang aneh, duduk diam disana seperti
orang bodoh. Dia pasti tidak punya banyak teman atau tidak punya sama sekali,
Makhluk menyedihkan!"
Itu bohong. Di ruangan yang hanya diisi oleh desis angin dan gema keributan dari bawah ini
Saya bisa mendengarnya bernafas, dan tak ada kata-kata yang keluar darinya.
Dan bodohnya, saya percaya.

Ruangan yang luas karena kekosongan ini seharusnya dingin
Tapi saya berkeringat tidak terkendali karena kebohongan mata belakang
yang saya percayai.
Jantung saya meledak-ledak, saluran pernapasan saya menyempit
Tersumbat kegelisahan dan ketakutan.
Dan betapa Tuhan, makhluk-makhluk langit, setan, dan saya sendiri tahu
betapa munafik dan konyolnya saya saat ini,
yang memasang tampang tenang ketika jiwa saya bergoncang hebat di dalam.
Orang itupun tak kalah mengintimidasi saya kembali,
Suara velcro yang ditarik, gesekan sebah benda dengan permukaan dalam tas,
ritsleting yang berderik, celetukan tabung pulpen, dan benturan bola logam dalam 
tip-ex.. Demi Tuhan! apa yang akan ia lakukan? Apa ada sesuatu yang saya tidak tahu
dan akan saya harus lakukan hari ini di ruangan ini? Apa yang ia tahu? Apa yang saya tidak tahu?
Apa yang membuat saya tidak bisa mencoba untuk mencari tahu? Sial! Sial! Sial!
Saya tidak punya alat apapun untuk membuat saya terlihat sibuk. Sial! makin bodoh dan tidak berguna
Saya terlihat!

Dihadapkan pada situasi seperti itu, saya tidak mau terus diam
Tapi.. Keluar? Tidak bisa. Buat apa keluar? Saya akan hanya terlihat kikuk
dan terlihat oleh lebih banyak orang. Mengambil buku dan pensil? Buat apa?
Saya sedang tidak bisa menulis ataupun menggambar, dan lagipula
Itu hanya membuat saya lebih konyol karena saya akan dicap sebagai peniru
Oleh yang di belakang, menurut saya.

Saya hanya bisa diam.. diam.. terus berdiam
dan mati, karena eksistensi saja tidak jelas
dan tujuan hidup (di ruangan ini) tak terarah.
Kesunyian ini memberikan detak jam di depan ruangan
terdengar sangat jernih. Saya tidak pernah mendengar detakan
Yang jelas, jernih, keras seperti ini.
Melihat ke dalam lingkaran yang di dalamnya terdapat 3 jarum yang
mengatur waktu, dengan 12 sampai 60 angka di dalamnya, membawa saya untuk
masuk ke sana dan mengatur ulang apa yang terjadi..

Sehabis melihat ke arah jam itu, seharusnya.. saya harus berdiri, memutar badan ke belakang
lalu berjalan mendekati satu-satunya orang di belakang.
lalu saya akan berkata "boleh saya duduk disini?" yang dimana "disini" berarti di sebelah kiri
orang itu.
Saya akan bertanya "maaf, dari mana ya?" dan selanjutnya (tentunya) akan dijawab dengan
Kelas, angkatan, jurusan, dan mungkin tanpa diduga menyakan pertanyaan balik yang sama
Setelah itu mungkin saya dan orang itu akan bertukar informasi soal nama.
Saya berkeinginan untuk menyuarakan betapa bodohnya kesunyian ini, dan orang itu mungkin
akan membalasnya dengan nada, intonasi, volume, dan gaya bahasa yang hampir sama dengan saya.
Setelah itu mungkin kita akan bercerita soal kehidupan masing-masing
Bagaimana payah, sepi, datar, tak bertemannya kehidupan saya dan bagaiamana sibuknya, ramainya, bahagianya kehidupan orang itu. Namun, bisa saja kita berdua bernasib sama.
Bisa saja, juga, saya akan jatuh cinta dengan orang itu. Karena suaranya yang merdu saat orang itu
menjatuhkan pulpennya dengan tidak sengaja,
Atau bisa jadi karena ekspresi muka orang itu, saat saya melihat sepintas
saat saya mengamati ruangan kosong ini.
Selanjutnya mungkin saya akan bilang "Seharusnya kamu tidak sendiri, pasti ada yang berkewajiban
menemanimu" itu strategi
Dan mungkin orang itu akan bilang "Menemani? tidak, saya tidak punya seseorang yang seperti itu." itu hasil dari strategi tadi.
Lalu, mungkin, saya akan melanjutkan strategi selanjutnya "itu aneh karena.. pasti
banyak orang yang ingin menemanimu" 
Dan.. kita mungkin bisa lebih dekat sejak saat itu.

Ternyata sudah sangat lama saya menatap jam di depan
Dan saya baru terbangun ketika ada getaran dari ponsel dalam saku
"Kelas tidak ada hari ini, Kasih tahu yang lain saya sedang tidak bisa mengajar karena
harus menguji mahasiswa di sidang skripsi." itu yang tercetak di layar yang tidak lebih
besar dari kartu mahasiswa.
Mungkin ini tandanya, untuk berbalik ke belakang dan mendekati orang itu
dan melaksanakan strategi tadi.
Ponsel sudah masuk ke dalam saku, tas sudah digantungkan di sebelah bahu,
nafas sudah tenang tidak memburu, dan kaki-kaki saya sudah sangat siap
Berjalan ke kemenangan di bagian belakang ruangan
Dan bagaimana saya sangat terpukau ketika
Entah berapa lamanya saya menatap jam
Entah berapa lama pesan itu sampai dan 
Entah berapa lama saya bertopangdagu di depan,
menatap jam, tidak menghiraukan desis angin
tidak menghiraukan gema keributan di bawah, dan tidak menghiraukan orang itu yang beranjak pergi
entah sejak kapan, melalui pintu depan.

Selasa, 22 Oktober 2013

9.06

Broken Love Letter

I'm sorry,
I shouldn't had those words be said to you. To someone like you.
It is just.. that wasn't me. It was another me who talk like that, in such way.
I'm sorry,
It has been too long, it seems, for me to realize that.. I have done a big mistake.
We know each other very well, very damn well, I guess.
You don't have to tell me that you know me like you know your back of your hand.
So do I, I know you. I really know you, with all my confidence, I do really know you.
I'm sorry,
There wasn't that much words I could speak. There wasn't proper expression came to known
for you to know who I really am, what kind of feelings I have for you.
I'm sorry,
I just have to keep this distance to not getting closer and closer. I bet you know I can't.
You know.. Life is the best, the most pathetic, and ironic show. Life is a comedy.
I mean.. how someone could let her or himself to be fallen in love again after being hurt
so many times? Don't they acknowledged that there are possibilities for them to be hurt again
someday if they are falling in love again?
No, no I am not. I am not writing a pathetic love letter which contains pathetic, sad expression.
That's not me.
I am just, writing what I want to tell you all this time. Those words, Those expressions, Those feelings
I burried deep inside my own existence.
Then again, about love, since when there are lovers? Being a lover is a kind of cowardice.
Why? and no, I'm not insulting you. It is because a lover, even lovers, has that almost absolute
freedom, total control of "love". Well. if that is their "love" they are having.
I am coward now, you have to know that. She has to know this to, but I can't let her knows about you.
How brave I declare that I am a coward won't change the fact that I am a coward, you and her have to know this too.
What I mean about total control of "love" is that kind of power that allows one to "use" love, to make use of "love", to get the best, the most of "love".. having love as a tool.
I am 100% aware that I am one of the member of such party that make use of such "love", but I never knew that before until recently. Love as a tool means that it can be used (and can only be used) to satisfy one's desire, one's lust. This kind of person, this kind of "love" will only bring its lovers to a pathway of doom, the way of being perfect sinners.

I'm sorry..
for loving you.
I'm sorry..
For love has to affect me with such effect
I'm sorry..
For I'm not strong enough to resist it
I'm sorry..
That I have to love you while I am obliged to forget a loved one.
I'm sorry..
For being a coward, a coward that always keep his mouth shut to tell you the truth
to tell you that.. I have this feeling I cannot explain, I have this experience I cannot ignore
I have this shame for having this feeling for you while I am still, ridiculously by following those "lovers", bound
with this somekind of relationship.
I'm very sorry for today's silence
I'm very sorry for being an imbecile, a being blinded, an idiot that "have" to be fallen inside your image.

Jumat, 22 Februari 2013

Aku dan Bayanganmu

Aku terbangun bersama bayanganmu di dekapanku
Ia dingin.
Tidak seperti kamu
Hal yang paling aku nantikan di peraduan.

Aku makan bersama si bayangan.
Tak pernah aku lupa kau pergi meninggalkan senyuman
Namun, tepat di hadapanku
Si bayangan menatapku dengan penuh penghakiman.

Aku berjalan bersama dua bayangan.
Orang-orang menatapku aneh
Ada tatapan-tatapan yang tak bisa dijelaskan
bersama ocehan dalam hati tanpa ampun.
Dua bayangan itu bergandengan
Mereka seperti impian yang pernah kita tanggung bersama.
Hidup berdua, dalam dunia kita
Tanpa ada yang mengadili pun menghakimi
Di kehidupan itu kita bebas seperti mereka,
Dua bayangan yang selalu dinaungi matahari.
Dan tak pernah ada siapapun lagi.

Di hadapan layar perak aku termenung.
Itu saat ketika aku sedang ceria, tahu akan menulis apa
Tapi ia disana. Memelukku.
Membawa dingin dan sedih serta pilu
Aku tak bisa menulis lagi.

Aku tidur bersama bayangan
Dia menciumku.
Membangkitkanku masa laluku bersamamu..

Kenapa kau lakukan itu? 
Apa?
Kau tidak jujur kepadaku
Tentang kita dan tentang aku.

Aku tidak mengerti..
Aku selalu berusaha menjadi impianmu.
Pria yang lahir dari keinginanmu yang dikabulkan peri
Aku harus bagaimana lagi?

Aku hanya ingin kau menjadi dirimu sendiri
Aku mau, zaman takkan mengubahmu

AKU TIDAK MENGERTI!
apa maumu?
Aku tetap menjadi diri ini sendiri!
Aku berusaha menjadi yang terbaik untukmu..

Itu masalahmu.
Ketika kau membuat dirimu diatas lainnya dirimu.
Kau telah bersamanya menguburku.
Kau takkan bisa melihat aku

Pagi ini aku terbangun tanpa bayanganmu.
Tapi hatiku dingin
dan liter demi liter darah dalam tubuh ini
membeku bersamanya.
Aku seperti bangkit dari kehidupan.
Ya, saat ini aku seperti mati.

Tak ada lagi penghakiman
beserta dingin yang menusuk bersamanya.
Tak ada lagi mimpi pupus yang aku sesali
hanya untuk menjalani hari demi hari.
Bayangnmu telah mati.

Tapi..
Apa ini?
Adalah jiwaku yang tersesat dalam sebuah labirin.
LABIRIN..
tersesat hilang aku.
Dalam wajah-wajahku yang lain.

Sabtu, 09 Juli 2011

Manipulator #3

       Jum'at 17 juli 2013 8.00 pm. Sekarang aku berada di tempat yang dijanjikan orang misterius itu. "pelabuhan, sektor 7 gudang 12" itu tulisan yang tertera di kertas khas notebook yang biasa dijual di toko ATK. "huh, gelap sekali. apa benar orang itu ada disini?" sambil memasuki lokasi yang dijanjikan aku menggerutu. 
"TAHAN! DIAM DI TEMPAT!" gertak seseorang dengan sebuah Avtomat Kalashnikova 47 dalam genggaman ke dua tangannya."Tenang.. tenang.. saya bukan musuh kalian, saya tidak bersenjata saya hanya.."."DIAM DI TEMPAT! SUDAH SAYA BILANG DIAM DI TEMPAT!" orang itu menggertak lagi sambil membidikkan senjatanya ke arah jantungku.. tepat ke arahnya."Tenang! saya kemari atas permintaan seseorang bernama Edwin! Edwin Horace Redbridge!" kataku lantang."Apa? kau tidak bercanda?" orang itu kini mulai melunak nada bicaranya."Iya, saya tidak bercanda. saya tidak berbohong" balasku."Hmm.. maaf, tidak saya sangka seorang calon manipulator tampangnya akan seperti anda, Saya minta maaf, saya benar-benar tidak tahu. Mari, saya antarkan anda Tuan Silverstone, Tuan Redbridge sedang meunggu di dalam.".Apa? begitu saja? tiba-tiba saja orang ini seperti melihat atasannya saat tahu aku Silverstone dan.. Apa itu Manipulator?
        Sekitar tujuh orang mengawalku, dari gerbang gudang tadi sampai ke satu peti kontainer besar. Dari luar kontainer ini terlihat biasa saja, tapi begitu tujuh orang itu membawaku ke dalamnya dasar kontainer itu terangkat setelah seseorang dari penjaga menarik sebuah tuas di sudut kiri kontainer tersebut. Dari dasar kontainer yang terangkat itulah terlihat ratusan bahkan lebih anak tangga mengarah ke bawah. Aku dan tiga orang pejaga menuruni anak tangga tersebut. Di dalam sini tidak gelap juga, di sebelah kiri dan kanan "ruangan" ini berjajar obor yang menerangi sepanjang anak tangga yang mengarah entah kemana ini. Aku tiba di ujung anak tangga, di hadapanku sudah ada sebuah pintu kecil, orang-orang yang mengawalku tadi mempersilahkanku masuk ke dalam.

Senin, 27 Juni 2011

Manipulator #2

       "Halo, pagi pendengar setia hari ini cu... BRAKK!". "Ah, lama-lama radio itu trdengar membosankan saja.." Omonganku pada diri sendiri setelah berhasil meghancurkan radio yang usianya sudah 10 tahun sejak aku beli dengan sekali lempar.. dengan sepatu pantofelku. Oia, hmm.. pria yang semalam itu. Bagaimana ia tahu soal ayah? Apa yang ia maksud bakat yang aku punya? Lagipula soal bakat, bakat satu-satunya yang aku punya adalah menyulap nasi putih menjadi cokelat tiap kali aku berusaha menanak nasi sendiri. Ya, aku benar-benar payah dalam masalah dapur. Kerja-Tidak-Kerja-tidak-kerja-Tidak-kerja.. Apa? TIDAK KERJA? Hm, baiklah..
       Oke, ini selasa di bulan Juni. Aku masih tetap aku yang sama seperti dulu. Aku yang sejak umur tujuh tahun tidak pernah melihat ayahku lagi. Aku yang sejak umur tujuh tahun selalu melihat ibuku bersedih.. stress, dan semua obat-obatan itu yang membuatnya gila-euforia. Ayah pergi membela negara di garis depan. Aku melihatnya seagai sosok pahlawan yang berkarisma, walaupun stiap hari.. di hari-hari saat beliau masih duduk diatas kursi goyangnya yang sudah reot di teras depan rumah memandang tenggelamnya matahri sore dari sana atau saat beliau mengajak kami sekeluarga ke taman ria untuk menemaniku naik bianglala atau kuda-kuda yang dijalankan oleh mesin disana. Namun, ibu punya pandangan lain soal sosok ayah yang berubah menjadi pembela negara di garis depan ia bilang "Ayahmu itu BODOH! Bodoh nak! Orang paling bodoh yang berubah jadi sekarang.. Sok jadi pahlawan! untuk apa dia seperti itu? untuk apa dia berlari ke arah pintu neraka?". Ibu berkata seperti itu seolah ia marah, tapi bila ia marah kenapa ia mengatakannya secara lantang, tapi sambil menangis. Menangis begitu hebatnya, aku berpikir ibu sepertinya terllu khawatir pada ayah samapai-sampai ia mengatakan ayah bodoh segala. Perang yang aku maksud di sini bukanlah perang menggunakan pedang dan tameng, peluru dan helm baja, atau tank dengan pesawat tempur. Perang ini adalah perang menghancurkan, memasukkan, memalsukan, mendoktrinasi pikiran atau ideologi lawan perang. Ya, setidaknya itulah gambaran medan perang tempat ayahku berada di dalamnya, sedangkan yang lain tetap masih menggunakan cara lama tembakan, mutilasi dan pemusnahan masal. Sampai sekarang aku tidak mengerti maksud perang yang demikian. Sebenarnya apa tugas ayahku di medan laga? kalau dia bukan salah seorang yang bertugas mengarahkan senjata lalu menembak membabi buta lalu dia itu apa? siapa?
       Lalu, suatu hari tiga orang utusan dari pihak militer membawakan kabar itu. kabar yang merubah hidupku hingga detik ini. Ayah tertangkap, ia diinterogasi hingga disiksa tap ia tetap tidak mengeluarkan satu informasi pun kepada pihak lawan, akhirnya ia dibunuh dengan cara keji. Tubuhnya ditusuk berkali-kali bukan dengan pisau atau semacamnya, tetapi dengan sejenis logam tumpul setelah itu ia disengat oleh listrik sebesar 10megawatt hingga ia akhirnya menghembuskan nyawa. Setidaknya itu yang dikatakan oleh tim ahli forensik yang melakukan fisum kepada tubuh ayahku yang sampai di waktu pagi pada saat itu. Di dalam Peti AK-47 berukuran 0,5X2 meter. Mulai saat itu, ibu mulai mengkonsumsi obat-obat penenang dari dosis biasa ke yang luar biasa. Ibu betul-betul mencintai ayah, sampai suatu hari kesempatan itu tiba. Kesempatan untuk bersatu kembali dengan ayah di surga. tiga bulan setelah kematian ayah, campuran vodka rusia dan tujuh butir obat tidur dosis tinggi membuat ibu meninggalkanku selamanya.
       Aku hidup sendiri setelah kejadian-kejadian itu. Dan aku membenci hidupku. Awalnya setelah melewati begitu banya tekanan demi tekanan aku selalu berpikir untuk segera mengakhiri hidup, tapi itu sekedar keinginan saja entah kenapa ada hal yang menhalangiku. Sesuatu di dalam hatiku.
       Oh iya, "pelabuhan sektor 7 gudang 12" hah? Hm, padahal aku tidak kenal dengan orang tua itu, tapi kata-katanya yang seolah ia kenal betul dengan ayah membuat rasa ingin tahuku mencuat saja. Baiklah, malam ini aku akan kesana.

(catatan berlanjut..)