Kamis, 04 April 2013

Manequin

Aku selalu berharap kau akan menemukan senja itu.
Senja harapanmu.
Dimana elegi tidak lagi menjadi
melodi dalam hatimu kala datang sunyi.

Andaikan saja aku bisa menolak hati ini
Biarkan aku tetap jalang tanpa rasa.
Buat apa seonggok plastik hidup?
Lagipula, ini semua tidak ada gunanya.

Apa mungkin kau nyawaku?
dari tatapan itu kau menghidupiku.
Dari hasrat yang kau simpan
kau ciptakan hela pertama nafasku.

Setiap hari selalu ada mentari
yang menghangatkan kulit, atau apapun ini..
Setiap hari aku diizinkan melihat harapan hidup
dan harapan usang menuju mati.

Setiap hari sudut itu selalu berpenghuni.
Itulah kau, tidak ada siapapun lagi.
Gadis mungil yang berharap pada korek api.

Andaikan kau meminta,
mungkin Tuhan akan memberi.
Biar kita berdua menjadi mati,
kau dan aku di sini.

Banyak sekali orang yang tamak, atau yang sangat tamak.
Banyak mereka memandang hina, memandang penuh empati karena butuh suatu simpati
saat itu kau jadi alat.
cih.. bagaimana dunia menuntunmu untuk diperalat.

Hari ini aku memutuskan, cintaku tidak akan mati
hanya padamu, tuan putri.
Aku tak akan menyerah, aku tak ingin kalah.
untuk ada selalu bersamamu di sini, sedang kau disana.

semua ini tidak ada gunanya.. pada hari itu.

Aku membuat seisi jalanan gempar
Aku belajar untuk tersenyum.
Aku ingin kau tahu aku hidup
Aku hidup karena kau hidup.

Tapi..
Ada apa dengan kau?
Kau jual tanganmu percuma kepada uluran tangan seorang berhala
Musnah sudah semua.

Hari ini aku berandai,
pada senja sebagai sekedar tempat duduk kita berdua.
ada aku dan kau di sana.
Tapi aku tahu apa?
dan kau tahu apa?

Pada lirikan terakhirmu ada sedih yang menggelayut disana.
memaksamu pergi dari tanah yang bahagia.
Pada hela nafasku yang terakhir, aku yakin itu hanya kau yang ada.
Untuk apa semua ini.. selama ini?
Akulah benda yang akan selalu mati, tapi pernah merasakan hidup.
Akulah benda mati yang sekiranya satu-satunya tahu,
Tak akan ada lagi hangat mentari esok untukku.