Senin, 27 Juni 2011

Manipulator #2

       "Halo, pagi pendengar setia hari ini cu... BRAKK!". "Ah, lama-lama radio itu trdengar membosankan saja.." Omonganku pada diri sendiri setelah berhasil meghancurkan radio yang usianya sudah 10 tahun sejak aku beli dengan sekali lempar.. dengan sepatu pantofelku. Oia, hmm.. pria yang semalam itu. Bagaimana ia tahu soal ayah? Apa yang ia maksud bakat yang aku punya? Lagipula soal bakat, bakat satu-satunya yang aku punya adalah menyulap nasi putih menjadi cokelat tiap kali aku berusaha menanak nasi sendiri. Ya, aku benar-benar payah dalam masalah dapur. Kerja-Tidak-Kerja-tidak-kerja-Tidak-kerja.. Apa? TIDAK KERJA? Hm, baiklah..
       Oke, ini selasa di bulan Juni. Aku masih tetap aku yang sama seperti dulu. Aku yang sejak umur tujuh tahun tidak pernah melihat ayahku lagi. Aku yang sejak umur tujuh tahun selalu melihat ibuku bersedih.. stress, dan semua obat-obatan itu yang membuatnya gila-euforia. Ayah pergi membela negara di garis depan. Aku melihatnya seagai sosok pahlawan yang berkarisma, walaupun stiap hari.. di hari-hari saat beliau masih duduk diatas kursi goyangnya yang sudah reot di teras depan rumah memandang tenggelamnya matahri sore dari sana atau saat beliau mengajak kami sekeluarga ke taman ria untuk menemaniku naik bianglala atau kuda-kuda yang dijalankan oleh mesin disana. Namun, ibu punya pandangan lain soal sosok ayah yang berubah menjadi pembela negara di garis depan ia bilang "Ayahmu itu BODOH! Bodoh nak! Orang paling bodoh yang berubah jadi sekarang.. Sok jadi pahlawan! untuk apa dia seperti itu? untuk apa dia berlari ke arah pintu neraka?". Ibu berkata seperti itu seolah ia marah, tapi bila ia marah kenapa ia mengatakannya secara lantang, tapi sambil menangis. Menangis begitu hebatnya, aku berpikir ibu sepertinya terllu khawatir pada ayah samapai-sampai ia mengatakan ayah bodoh segala. Perang yang aku maksud di sini bukanlah perang menggunakan pedang dan tameng, peluru dan helm baja, atau tank dengan pesawat tempur. Perang ini adalah perang menghancurkan, memasukkan, memalsukan, mendoktrinasi pikiran atau ideologi lawan perang. Ya, setidaknya itulah gambaran medan perang tempat ayahku berada di dalamnya, sedangkan yang lain tetap masih menggunakan cara lama tembakan, mutilasi dan pemusnahan masal. Sampai sekarang aku tidak mengerti maksud perang yang demikian. Sebenarnya apa tugas ayahku di medan laga? kalau dia bukan salah seorang yang bertugas mengarahkan senjata lalu menembak membabi buta lalu dia itu apa? siapa?
       Lalu, suatu hari tiga orang utusan dari pihak militer membawakan kabar itu. kabar yang merubah hidupku hingga detik ini. Ayah tertangkap, ia diinterogasi hingga disiksa tap ia tetap tidak mengeluarkan satu informasi pun kepada pihak lawan, akhirnya ia dibunuh dengan cara keji. Tubuhnya ditusuk berkali-kali bukan dengan pisau atau semacamnya, tetapi dengan sejenis logam tumpul setelah itu ia disengat oleh listrik sebesar 10megawatt hingga ia akhirnya menghembuskan nyawa. Setidaknya itu yang dikatakan oleh tim ahli forensik yang melakukan fisum kepada tubuh ayahku yang sampai di waktu pagi pada saat itu. Di dalam Peti AK-47 berukuran 0,5X2 meter. Mulai saat itu, ibu mulai mengkonsumsi obat-obat penenang dari dosis biasa ke yang luar biasa. Ibu betul-betul mencintai ayah, sampai suatu hari kesempatan itu tiba. Kesempatan untuk bersatu kembali dengan ayah di surga. tiga bulan setelah kematian ayah, campuran vodka rusia dan tujuh butir obat tidur dosis tinggi membuat ibu meninggalkanku selamanya.
       Aku hidup sendiri setelah kejadian-kejadian itu. Dan aku membenci hidupku. Awalnya setelah melewati begitu banya tekanan demi tekanan aku selalu berpikir untuk segera mengakhiri hidup, tapi itu sekedar keinginan saja entah kenapa ada hal yang menhalangiku. Sesuatu di dalam hatiku.
       Oh iya, "pelabuhan sektor 7 gudang 12" hah? Hm, padahal aku tidak kenal dengan orang tua itu, tapi kata-katanya yang seolah ia kenal betul dengan ayah membuat rasa ingin tahuku mencuat saja. Baiklah, malam ini aku akan kesana.

(catatan berlanjut..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar